Pekalongan, Jawa Tengah – Di sebuah rumah batik sederhana di Kelurahan Gumawang, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, tercipta keajaiban. Di sana, Zaki, siswa kelas 12 SMA Luar Biasa (SMA LB) Wiradesa, dengan tekun membatik. Gerakan tangannya cekatan, mengolah warna-warna alamiah pada kain putih. Kemampuannya yang luar biasa ini tersembunyi di balik keterbatasan pendengaran dan komunikasi.
Zaki bukanlah satu-satunya. Luthfi, adik kelasnya di sekolah yang sama, juga menunjukkan bakat serupa. Keduanya adalah produk sukses dari program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) di Rumah Batik TBIG, milik Koperasi Bangun Bersama (KBB). Lebih dari sekedar tempat belajar membatik, Rumah Batik TBIG telah menjadi wadah bagi belasan siswa berkebutuhan khusus untuk mengembangkan potensi dan meraih kemandirian.
Saat ditemui wartawan, Zaki dan Luthfi, didampingi pengajar mereka, Joko Padmanto, mengungkapkan kisah inspiratif mereka. Dengan bahasa isyarat, Zaki menjelaskan telah mengikuti program inkubasi selama setahun, memperdalam teknik membatik cap. "Saya belajar di sini agar bisa membuat batik cap, karena banyak yang membuat batik," ujarnya, diterjemahkan oleh mentornya.

Related Post
Luthfi, yang telah mengikuti program inkubasi selama dua tahun, mengungkapkan motivasinya yang kuat untuk mandiri. "Saya sekarang kelas 2 (XI) SMA LB Wiradesa. Saya anak kedua dari dua bersaudara," ungkapnya melalui bahasa isyarat.
Rumah Batik TBIG tak hanya menerima peserta didik reguler, namun secara khusus membuka kelas bagi anak-anak difabel, meliputi berbagai jenis disabilitas, dari intelektual hingga tuna rungu. Mereka adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. Program ini bukan hanya mengajarkan keterampilan membatik, tetapi juga memberikan harapan dan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak istimewa ini. Melalui sentuhan warna-warna batik, mereka melukiskan impian akan masa depan yang lebih baik dan mandiri.
Leave a Comment