JAKARTA – Praktisi hukum Taufik Basari atau Tobas memperingatkan potensi pelanggaran konstitusi jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2025 tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah dijalankan. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR, Jumat (4/7/2025), Tobas menegaskan putusan tersebut berpotensi melanggar Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Ayat (2) kemudian merinci jenis pemilu yang harus digelar setiap lima tahun sekali, termasuk Pemilu DPR RI, DPD RI, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu DPRD.

Tobas menjelaskan, jika putusan MK dijalankan dan DPR serta Presiden Prabowo Subianto mengubah UU sesuai putusan tersebut, maka hal itu akan secara langsung bertentangan dengan amanat konstitusi. "Dilema ini muncul karena putusan MK harus dilaksanakan. Namun, pelaksanaan putusan ini justru akan melanggar Pasal 22E UUD 1945," tegas Tobas.

Related Post
Ia menekankan bahwa pemisahan pemilu nasional dan daerah, sebagaimana diputuskan MK, akan berdampak serius. "Kita, negara ini melalui pembuat UU, pemerintah, presiden, dan DPR, (apabila) membuat suatu rumusan (regulasi) yang justru melanggar perintah dari konstitusi, berat. Ngeri itu," ujarnya.
Menurutnya, potensi pelanggaran konstitusi terutama terlihat pada pelaksanaan Pemilu DPRD. Pemilu untuk DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden tidak bermasalah karena tetap dilaksanakan lima tahun sekali sesuai konstitusi. Namun, pemisahan pemilu dapat menimbulkan masalah hukum terkait Pemilu DPRD.
Dengan demikian, menurut Tobas, Presiden Prabowo Subianto berpotensi mencoreng komitmennya terhadap konstitusi jika putusan MK tersebut dijalankan. Ia memperingatkan konsekuensi serius yang akan dihadapi pemerintah dan DPR jika mengabaikan amanat konstitusi.
Leave a Comment