Batang, Jawa Tengah – Pasal kebal hukum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menuai kontroversi. Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), Haidar Alwi, menilai pasal tersebut mencederai komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi. Pernyataan ini disampaikan melalui keterangan tertulis yang diterima Portal Batang ID, Rabu (7/5/2025).
Haidar menyoroti Pasal 4B beserta penjelasannya yang menyatakan kerugian BUMN bukan merupakan kerugian negara. Hal ini, menurutnya, menghambat penegakan hukum karena menghilangkan salah satu unsur penting dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, yaitu adanya kerugian negara. Dengan demikian, proses penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi di BUMN, meski terdapat kerugian nyata, akan terhambat.

"Aparat penegak hukum seperti Kejaksaan, KPK, dan Polri akan kesulitan menindak kasus korupsi di BUMN, meskipun bukti kerugian sudah jelas terlihat," tegas Haidar.

Related Post
Ia mencontohkan maraknya kasus korupsi di sejumlah BUMN seperti Timah, KAI, Asabri, dan Jiwasraya. Menurutnya, pasal kontroversial ini menciptakan ketimpangan hukum dan bertentangan dengan asas kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) yang tertuang dalam Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945.
"Ini paradoks! Di satu sisi, kita gencar memberantas korupsi, namun di sisi lain, ada pasal yang seolah memberikan ‘perisai’ bagi BUMN," ujar Haidar.
Haidar berharap Presiden Prabowo, yang dikenal dengan komitmen anti-korupsinya, akan memperhatikan potensi kelemahan dalam UU BUMN tersebut. Ia menekankan pentingnya kawalan publik agar ide besar pemberantasan korupsi tidak tercederai oleh kepentingan tertentu.
"Kita berharap Presiden Prabowo, sebagai pemimpin yang nasionalis dan berkomitmen pada konstitusi, akan mempertimbangkan hal ini. Kritik ini semata-mata bertujuan untuk mengawal komitmen beliau dalam memberantas korupsi," pungkas Haidar.
Leave a Comment