Pilkada Kudus 2024 semakin memanas. Dua pasangan calon, Sam’ani-Bellinda Putri (Santri) dan Hartopo-Mawahib (Top Berkah), bersaing ketat untuk memperebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati.
Bin Subiyanto, pengamat politik di Kudus, melihat kedua pasangan memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Sam’ani-Bellinda, yang diusung oleh PKB, PAN, NasDem, PDIP, PPP, Hanura, PKS, dan Partai Ummat, mendapatkan dukungan kuat dari kalangan perempuan, pemuda, dan Nahdliyyin.
"Masyarakat mengapresiasi visi mereka yang berfokus pada pendidikan dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan," ujar Bin.
Kehadiran Bellinda sebagai calon wakil bupati juga menjadi daya tarik tersendiri. "Banyak kaum perempuan yang melihat Bellinda sebagai sosok inspiratif yang mampu memperjuangkan hak-hak mereka," tambah Bin.
Di sisi lain, Hartopo-Mawahib, yang diusung oleh Golkar, Demokrat, Gerindra, PSI, dan sejumlah partai nonparlemen lainnya, memiliki basis dukungan kuat dari birokrat, nahdliyyin, dan kalangan pedagang. Mereka menginginkan pemimpin yang memahami dunia bisnis dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Hartopo, sebagai mantan Bupati Kudus periode 2018-2023, memiliki pengalaman dan reputasi yang kuat," ungkap Bin.
Masyarakat yang lebih memilih pendekatan ekonomi pragmatis cenderung melihat Hartopo-Mawahib sebagai pilihan yang lebih realistis. "Mereka merasa bahwa pasangan ini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tantangan ekonomi yang dihadapi Kudus," kata Bin.
Pilkada Kudus ini, menurut Bin, memiliki dampak positif bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesadaran politik dan mendorong diskusi mengenai pentingnya pemimpin yang berkualitas.
"Masing-masing pasangan calon berusaha menawarkan solusi terbaik bagi permasalahan yang ada, sehingga masyarakat diuntungkan dengan adanya inovasi dan ide-ide baru," jelasnya.
Namun, Bin juga mengingatkan potensi dampak negatif dari persaingan ini, seperti polarisasi yang dapat mengarah pada perpecahan atau konflik.
"Dukungan kuat terhadap salah satu pasangan calon bisa mengakibatkan penolakan terhadap calon lainnya, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial di masyarakat," tambahnya.
Bin menilai bahwa kampanye yang terlalu agresif dan negatif dapat merusak citra politik yang sehat dan menciptakan ketidakpercayaan pada proses demokrasi.
"Penting bagi kedua pasangan calon untuk menjaga etika dalam berkampanye dan tidak terjebak dalam permainan politik yang merugikan masyarakat," tegasnya.
Pilkada Kudus 2024 tidak hanya menjadi ajang pemilihan pemimpin, tetapi juga mencerminkan dinamika masyarakat yang semakin kritis terhadap perkembangan daerah.
"Masing-masing pasangan calon memiliki visi dan misi yang unik, serta strategi untuk menjangkau pemilih," tukas Bin.
Dukungan masyarakat terhadap kedua pasangan calon terlihat signifikan, dengan fokus pada isu-isu penting seperti pendidikan dan kesehatan. Namun, Bin kembali mengingatkan bahwa proses demokrasi harus dijalani dengan baik, tanpa adanya polarisasi yang merugikan.
"Melalui Pilkada ini, diharapkan Kudus memiliki pemimpin yang tidak hanya kompeten, namun juga mampu mendengarkan dan memahami aspirasi masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan kemajuan di Kabupaten Kudus dapat terwujud dengan baik dan berkelanjutan," pungkasnya.