Semarang – Peran wartawan dalam konflik tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka bisa menjadi penengah, meredakan ketegangan, namun juga bisa menjadi pemicu eskalasi jika tak berhati-hati. Workshop Jurnalisme Damai yang diselenggarakan United Tractors Group di Hotel Tentrem, Semarang, Selasa (22/10) malam, menyoroti pentingnya kemampuan jurnalistik yang mumpuni untuk menyampaikan pesan perdamaian secara efektif.
Sekitar 50 wartawan media nasional dan lokal Jawa Tengah mengikuti workshop bertajuk "Merajut Keberagaman, Menjunjung Kesatuan, Dan Menjaga Perdamaian Untuk Berkelanjutan". Acara ini dibuka oleh Sara K. Loebis, Corporate Secretary United Tractors, dan menghadirkan pembicara mantan Duta Besar, Dino Patti Djalal, dan wartawan senior Metro TV Desi Fitriani, dengan moderator Ketua Umum JMSI Teguh Santosa.
Dino Patti Djalal, yang pernah menjabat sebagai Dubes RI di Amerika Serikat dan Wakil Menteri Luar Negeri, memaparkan tujuh peristiwa yang menunjukkan diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan konflik, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Ia mencontohkan keberhasilan Indonesia mendapatkan hak kedaulatan atas Irian Barat (sekarang Papua) dari Belanda pada tahun 1962, serta peranan Indonesia dalam perdamaian di Kamboja tahun 1991.
"Saya belajar dari Pak Ali Alatas (Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, 1988-1999). Beliau negarawan sejati, low profile, benar-benar bekerja untuk perdamaian secara tulen," ujar Dino, menekankan pentingnya pendekatan yang tulus dan berfokus pada penyelesaian konflik.
Desi Fitriani, yang berpengalaman meliput konflik di berbagai negara seperti Gaza, Palestina, Mindanao Selatan, Filipina, dan Timor Leste, berbagi pengalamannya di garis depan konflik. Ia mengingatkan pentingnya pemahaman mengenai dinamika konflik, termasuk akar masalah, aktor yang terlibat, dan tuntutan mereka.
"Wartawan yang meliput konflik menghadapi dilema yang tidak mudah terkait posisi dalam memandang konflik dan kepentingan para pihak," ujar Desi, menekankan pentingnya objektivitas dan netralitas dalam pelaporan konflik.
Teguh Santosa, moderator diskusi dan dosen hubungan internasional di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menyoroti persepsi yang salah dalam meliput konflik, yaitu bahwa konflik harus berakhir dengan kemenangan salah satu pihak dan kekalahan pihak lainnya.
"Combative lense ini harus ditanggalkan agar wartawan dapat melihat situasi konflik dengan lebih jernih, dan menghadirkan sisi lain yang lebih humanis dan juga menawarkan alternatif solusi. Selain itu wartawan perlu juga perlu meng-upgrade writing skill atau reporting skill," tegas Teguh, menekankan pentingnya perspektif yang lebih luas dan kemampuan jurnalistik yang lebih baik dalam meliput konflik.
Workshop Jurnalisme Damai United Tractors menjadi wadah bagi para jurnalis untuk memahami peran penting mereka dalam membangun perdamaian. Acara ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaporan konflik dan mendorong lahirnya jurnalisme yang konstruktif dan solutif.