Batang, Portal Batang ID – Proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) senilai triliunan rupiah kini menjadi sorotan tajam. Dugaan korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Nadiem Makarim memunculkan spekulasi liar. Bahkan, muncul anggapan bahwa proyek ini merupakan bagian dari kesepakatan politik antara Nadiem dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum penunjukannya sebagai menteri.
Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, mengungkapkan kecurigaannya terkait hal ini. Menurutnya, rangkaian peristiwa yang terjadi mengindikasikan adanya "deal" tersembunyi antara Nadiem dan Jokowi. "Cara kerja tim yang dibentuk mengesankan adanya arahan dari pihak tertentu, bahkan bisa jadi proyek ini menjadi alasan kuat penunjukan Nadiem sebagai menteri," ujarnya.

Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta mengejutkan. Proyek yang merugikan negara hingga Rp1,9 triliun ini diduga telah dirancang oleh Nadiem sebelum resmi menjabat sebagai menteri. Bahkan, Nadiem disebut-sebut telah membentuk grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team" untuk membahas rencana program digitalisasi di Kemendikbudristek.
Setelah Nadiem resmi menjabat, proses pengadaan program digitalisasi berlanjut dengan anggaran fantastis mencapai Rp9,98 triliun. Nadiem bahkan bertemu dengan pihak Google untuk membahas pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi di Kemendikbudristek. Kontroversi semakin mencuat ketika sistem operasi Chromebook dipaksakan untuk dipilih, meskipun hasil kajian menunjukkan ketidakefektifannya.
Penunjukan Nadiem sebagai menteri pada awalnya juga menuai banyak pertanyaan. Pasalnya, Nadiem tidak mewakili partai politik manapun dan tidak memiliki latar belakang pendidikan yang kuat.
Muslim Arbi menegaskan bahwa Nadiem tidak bisa mengelak dari keterlibatan dalam kasus korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook ini. Ia mendesak Kejagung untuk segera memeriksa Jokowi guna mengungkap kebenaran di balik proyek kontroversial ini. "Kejaksaan harus memanggil Jokowi, dan Jokowi wajib hadir. Karena dalam kasus dugaan ijazah palsu saja, Jokowi bersedia hadir ke kepolisian," pungkasnya.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi penegakan hukum di Indonesia. Publik menanti pengungkapan tuntas dan transparan agar keadilan dapat ditegakkan.