Bondowoso, Portal Batang ID – Fraksi Demokrat dan PKS DPRD Bondowoso melayangkan kritik tajam terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) tahun anggaran 2025. Kritik ini disampaikan saat rapat penetapan raperda di gedung paripurna DPRD, Minggu (28/9/2025) malam.
Subangkit Adiputra, ketua fraksi Demokrat-PKS, menyoroti lima poin penting dalam P-APBD 2025. Pertama, terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan optimalisasi aset daerah. Meskipun digitalisasi pembayaran telah dilakukan, fraksinya menilai belum ada keberanian politik yang nyata di lapangan, terutama dalam mengelola aset-aset daerah yang belum produktif.

"Masih sebatas jargon tanpa roadmap yang jelas kapan aset-aset tidur itu benar-benar memberikan nilai tambah bagi rakyat," tegas Subangkit.
Kedua, fraksi ini menyoroti kenaikan signifikan pada Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dinilai lebih mencerminkan prioritas politik anggaran daripada kebutuhan teknis. Rasionalisasi belanja dan efisiensi anggaran juga dinilai masih jauh dari substansi kebutuhan riil masyarakat.
Ketiga, data kemiskinan, bantuan sosial, dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga menjadi perhatian. Fraksi Demokrat-PKS menilai pemerintah terkesan berkelit dengan regulasi, sementara di lapangan masih terjadi tumpang tindih bantuan dan data penerima yang belum akurat. Nasib buruh tani tembakau yang jumlahnya mencapai puluhan ribu juga belum mendapat perhatian yang memadai.
"Di mana letak keberpihakan nyata kepada rakyat kecil?" tanya Subangkit.
Keempat, pengusulan Tenaga Honorer Kategori II (THK 2) menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dinilai hanya bersifat administratif. Ribuan tenaga sukwan masih berjuang tanpa kepastian masa depan, yang berdampak pada sektor-sektor penting seperti mutu pendidikan.
"Retorika peningkatan mutu pendidikan tidak akan pernah nyata jika kesejahteraan tenaga pendidik terus diabaikan," imbuhnya.
Secara keseluruhan, Fraksi Demokrat dan PKS menilai Raperda P-APBD 2025 masih jauh dari semangat keberpihakan kepada rakyat kecil, terjebak dalam pola anggaran elitis, dan minim terobosan struktural. Mereka berharap pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat kecil dalam penyusunan anggaran di masa mendatang.
